cssmenu ul { margin: 0; padding: 7px 6px 0; background: #7d7d7d url(overlay.png) repeat-x 0 -110px; line-height: 100%; border-radius: 1em; font: normal 0.5333333333333333em Arial, Helvetica, sans-serif; -webkit-border-radius: 5px; -moz-border-radius: 5px; border-radius: 5px; -webkit-box-shadow: 0 1px 3px rgba(0, 0, 0, 0.4); -moz-box-shadow: 0 1px 3px rgba(0, 0, 0, 0.4); width: auto; } #cssmenu li { margin: 0 5px; padding: 0 0 8px; float: left; position: relative; list-style: none; } #cssmenu a, #cssmenu a:link { font-weight: bold; font-size: 13px; color: #e7e5e5; text-decoration: none; display: block; padding: 8px 20px; margin: 0; border-radius: 5px; -webkit-border-radius: 5px; -moz-border-radius: 5px; text-shadow: 0 1px 1px rgba(0, 0, 0, 0.3); } #cssmenu a:hover { background: #000; color: #fff; } #cssmenu .active a, #cssmenu li:hover > a { background: #979797 url(overlay.png) repeat-x 0 -40px; background: #666666 url(overlay.png) repeat-x 0 -40px; color: #444; border-top: solid 1px #f8f8f8; -webkit-box-shadow: 0 1px 1px rgba(0, 0, 0, 0.2); -moz-box-shadow: 0 1px 1px rgba(0, 0, 0, 0.2); box-shadow: 0 1px 1px rgba(0, 0, 0, 0.2); text-shadow: 0 1px 0 #ffffff; } #cssmenu ul ul li:hover a, #cssmenu li:hover li a { background: none; border: none; color: #666; -webkit-box-shadow: none; -moz-box-shadow: none; } #cssmenu ul ul a:hover { background: #7d7d7d url(overlay.png) repeat-x 0 -100px !important; color: #fff !important; -webkit-border-radius: 5px; -moz-border-radius: 5px; border-radius: 5px; text-shadow: 0 1px 1px rgba(0, 0, 0, 0.1); } #cssmenu li:hover > ul { display: block; } #cssmenu ul ul { display: none; margin: 0; padding: 0; width: 185px; position: absolute; top: 40px; left: 0; background: url(overlay.png) repeat-x 0 0; border: solid 1px #b4b4b4; -webkit-border-radius: 5px; -moz-border-radius: 5px; border-radius: 5px; -webkit-box-shadow: 0 1px 3px rgba(0, 0, 0, 0.3); -moz-box-shadow: 0 1px 3px rgba(0, 0, 0, 0.3); box-shadow: 0 1px 3px rgba(0, 0, 0, 0.3); } #cssmenu ul ul li { float: none; margin: 0; padding: 3px; } #cssmenu ul ul a, #cssmenu ul ul a:link { font-weight: normal; font-size: 12px; } #cssmenu ul:after { content: '.'; display: block; clear: both; visibility: hidden; line-height: 0; height: 0; } * html #cssmenu ul { height: 1%; }

Rabu, 29 Mei 2013

Cerpen Edisi Baru 2013 "Mengejar Cinta" Part I


Ardhi Dwiky Prawira

                Untuk awal pengenalan yang kata pepatah “Tak kenal maka tak sayang”, namaku Dwiky. Lengkapnya Ardhi Dwiky Prawira, kelas IX D Smp Negeri 2 Girikarta. Kata teman-teman sih aku cowok yang keren tapi takut patah hati. Hehe wajar dong..oh iya, percaya tidak sih sama cerita-cerita Sinetron di TV ? itu loh tentang cinta pada pandangan pertama yang katanya abadi ? hmm kalau di Logika yang namanya Sinetron kan pasti Cuma bohongan kan. Tapi siapa sangka, aku sendiri mengalaminya. Ya tepat sekali, Pandangan Pertama Cinn ..aduh duh…
***
            Tahun ini akan ada Lomba Tilawah antar SMP se-kecamatan. Dan pastinya aku dong yang jadi nominasinya. Hehe bukannya sombong nih, masalahnya aku ini walaupun nakalnya selangit,suka ikut anak-anak punk tapi jangan kira aku pecandu narkoba,atau perokok seperti orang pada umumnya ya. Justru aku salah satunya anak laki-laki kelas IX D yang pandai mengaji, hemm bakat dari leluhur soalnya.
            Pendaftaran peserta terasa sangat membosankan bagiku.Alhasil aku dapat nomor undi 9. Yaaahh aku termasuk nomor-nomor kecil yang artinya aku bakalan pulang lebih dulu dibanding nomor belasan yang lain. Saat memasuki ruang perlombaan, aku masuk dengan PDnya dan duduk di barisan depan dengan seorang cewek, hehe. Eh,si cewek itu ternyata cerewet banget. Tanya itulah tanya inilah, jujur saja aku tidak begitu suka dengan cewek cerewet dan lebih suka banget sama cewek pendiam nan anggun.
            “Oh iya, kamu nomor urut berapa ?”Clemot cewek itu.
            “Nomor awal dong, 9.”Kata ku dengan bangga.
            “Haa..nomor awal katamu ? hahaha” Tertawa geli.
            “Iya, kenapa ketawa ?memang kamu nomor berapa ?” Tanya ku pada akhirnya.
            “Nomor urut 2.Peserta disini Cuma ada 10.Kalau kamu nomor urut 9 berarti kamu termasuk yang terakhir dong.Hahaha kamu nih gimana sih.”
            “Waduuuhh, aku tidak tahu.”Jawab ku singkat menahan malu.
            “Hehehe iya tidak apa-apa,sebentar lagi aku akan maju. Doa’in ya !”
            “Yee enak saja, kita ini bersaing.Masa aku harus doa’in kamu menang sih.”
            “Hemm.”
            Biarlah, mungkin dia beranggapan aku ini tolol,bodoh dan semacamnya atau sombong. Aku udah biasa begitu jadi setiap ada yang komentarpun tentang aku, aku Cuma mengerlingkan alisku tanda damai. Tapi bisa dibilang aku malu banget kali ini, dipermalukan seorang cewek gitu !haduuuhh parah, bisa ancur nih reputasiku sebagai cowok keren. Hehe..
            Setelah beberapa menit aku hanya diam karna malu, aku melihat seseorang datang terlambat memasuki ruangan dengan wajah biasa saja.Seperti sedikit murung fillingku. Tapi,setelah aku tatap dia terus menerus,dia cantik juga. Pendiam,anggun,manis lagi senyumnya. Haa apa ?senyum ?ya,dia baru saja tersenyum melihatku saat masuk ruangan,karna tempatku pinggir dekat pintu. Dia duduk di barisan belakang yang memang sangat jauh dariku.Setiap kali aku menoleh padanya, dia juga menatapku lalu kemudian beralih pandangan.
***
Puas juga sih menatap senyuman cewek tadi yang sedang bergurau dengan teman sebangkunya, entah sudah kenal atau belum tapi terlihat sangat akrab. Huft, BT juga gak di ajak ngomong sama cewek cerewet tadi. Dan saat gilirannya tiba, ternyata bagus banget suaranya.Mengajinya dengan nada atau sering disebut dengan Tilawah. Wuiihh aku mulai sok tahu nih,hehe. Tapi, aku ciyus ini.Baru pertama kalinya dibuat melongo karna kagum.Ya, dan setelah itu dia mulai Cerewet lagi.
“Hey,bengong saja dari tadi. Kenapa ?”Tanya dia.
“Haa ?siapa yang bengong ? hemm, namamu siapa sih cerewet banget !” Ups aku keceplosan.
“Huuh, dasar. Kenalin,nama ku Arista.” Sembari menyodorkan tangannya.
“Oh.” Balasku pada akhirnya.
            Nomor undi berikutnya ternyata masih sama dengan menggunakan Nada. Haduh, bagaimana ini ? Masa sih aku hanya polos tanpa Nada ?gengsi dong. Semakin dibuat BT saja aku hari ini.Tapi, tidak sepenuhnya sih. Hehe, kan masih ada si cewek Idola ku yang duduk di barisan belakang. Kembali aku tatap dia dan kali ini aku tersenyum, Eh dia menatapku seperti sedang grogi mungkin.Hahaha tatapan ku mujarab atau aku kelihatan keren kali ya.
            Waktu semakin cepat berlalu saja, hingga tiba akhirnya di nomor undi 8. Itu artinya sebentar lagi aku akan tampil. Kok jadi deg-deg’an gini ya ? Aneh, apa gara-gara cewek Idola tadi aku jadi begini. Bagaimana jika dia melihatku saat tampil dengan nada polos yang tak bermutu ?aku semakin gugup saja saat angka 9 disebutkan oleh Dewan Juri. Namun, langkah ku tetap mantab ke barisan paling depan tepat menghadap barisan si cewek Idola. Ku buka dengan salam dan senyum pada semuanya. Saat nya aku memulai.
            Keringat dingin mengguyur wajah ku dengan derasnya, baru kali ini juga segugup ini. Masa sih cowok keren kaya aku gugup ?Haduh … setelah Dewan Juri mempersilakan aku mundur, sudah sedikit tenang perasaan ku.
“Perfect deh kamu.Hehe” Lagi-Lagi si Cewek Cerewet membuka pembicaraan.
“Hah ?Masa sih, bagusan juga kamu.” Dan anehnya, kenapa aku harus memuji dia ?
“Makasih, setelah kamu siapa ya ?tinggal menunggu nomor undi terakhir nih.”
“Siapa ya ?aku juga tidak tahu.” Celingak-Celinguk
            Sekarang, aku sedang Melongo karna betapa berdegup kencangnya hatiku saat melihat langkah anggung si cewek Idola ku.Dengan mengenakan Rok panjang dan baju berwarna pink seperti sedang mencerahkan hatiku. Hahaha kenapa sih aku ini ?aku langsung tersadar saat Arista memanggilku. Yang benar saja ? Aku panggil dia Arista ?
            “Oh, lihat.Itu dia peserta terakhir yang tadi terlambat.” Jelas Arista
            “Iya, manis banget ya.” Ngelantur
            “Wah,kamu suka ya sama dia ? cocok kok sama kamu. Sama-sama SMP.”
            “Loh, tahu dari mana kamu ?” tanyaku
            “Aku sudah sering lihat dia pakai seragam SMP.”
            “Jadi,kamu sudah SMA ya ?”
            “Ya iyalah adek, hehehe. Tapi SMK.” Ledek Arista
            “Dasar Lu.”
Ku kira,aku bakal jadi cowok tercupu di ruang ini Cuma gara-gara ngaji gak pakai Nada. Ternyata si cewek Idolaku sama kaya aku, wah sehati banget. Hehehe
***
Karna si cewek Idola ku itu adalah peserta terakhir, maka kini adalah saat yang sangat mendebarkan yaitu pengumuman kemenangan (padahal sebenarnya aku biasa saja dan tak berharap menang) Ternyata, Juara mengaji tahun ini di bagi dua golongan yaitu SMA/SMK dan SMP yang artinya bakal ada 4 orang yang menjuarainya nanti (PA/PI dari SMA/SMK dan PA/PI dari SMP)
“Aku yakin,pasti kamu yang menang.” Canda ku kepada Arista
“Hehe AMIN, semoga saja kamu juga menang.”
“Haluah, aku sih gak berharap menang.Udah Pesimis dulu, liat saja Cuma aku yang ngaji nya gak pake Nada.”Curhat ku penuh kesal.
“Ya siapa tahu saja bakal ada kejutan.”
“Maksud kamu BEJO ?!” Teriak ku masih dengan kekesalan sehingga membuat semua orang menatap ku tak terkecuali si cewek Idola ku.Hanya senyum andalan ku yang bisa melumpuhkan muka Idiot ku baru saja.
Ternyata memang benar, di Tingkat SMA/SMK ini pemenangnya adalah Arista untuk PI dan teman satu sekolahnya untuk PA.Ketika, dewan Juri membacakan pemenang tingkat SMP untuk PI aku tak segan-segan melirik cewek Idola ku yang terlihat biasa-biasa saja tanpa wajah gugup sekalipun. Menurut filling ku (hahay sok filling-fillingan.) si cewek Idola ku itu pasrah sama seperti ku, karna pasti bukan kita yang bakalan jadi Juara dan aku sih tidak berharap sama sekali.
Eits, tapi ternyata dugaan ku SALAH BESAR. Justru si cewek Idola ku itulah yang menjadi Juara di tingkat SMP untuk PI dengan nama nya yang sangat cantik seperti orangnya. Ya benar, nama yang begitu pas pada dirinya ketika nama itu di sebutkan dewan juri “Ashifa Dara Paramita”begitulah aku akan memanggilnya suatu saat nanti. Saat nama itu kudengar untuk yang kedua kalinya, aku melirik Ashifa si cewek Idola ku dan ku lihat dia sedang melongo seperti kesamber petir, tapi itu membuat wajahnya semakin terlihat sangat menggemaskan dengan akhiran sebuah senyuman pada Dewan Juri. Dan, kini senyuman itu melayang-layang di kepala ku membuat ku semakin terus ingin mengingat nama nan cantik itu. Wajah yang begitu polos menggemaskan seperti boneka Barbie ingin rasanya aku simpan agar tak seorang pun boleh memegangnya bahkan mengambilnya.Sayup-sayup ku dengar seseorang memanggil namaku seperti sedang memohon untuk melihat boneka Barbie itu. Daannnn…
“Dwikiiiiiyyy !!!!”Teriak Arista membuat mimpi indah ku hancur berantakan seperti sedang ada Badai besar menghantam.(Mulai lagi ngelanturnya.)
“Haaa ??apaa ?” jawab ku malas
“Selamat, kamu menang.” Dengan wajah berseri-seri
“Haaaaaaa ???????????? Apaaaaaa???????” ku ulang kembali kata-kata ku seperti tak ada kata lain yang pantas ku ucapkan namun dengan Intonasi yang jauh lebih tinggi.
“Iyaa, kamu menang IDIOT. Selamat ya..”
“Kook bisaa ??Idiot ??Menang ??” sontak saja aku terkejut dan selalu mengulang kata-kata yang sudah terucap dan semakin membuat ku terlihat sangat SANGAT  IDIOT.
“Heuuhh, tau ah gelap.” Terlihat mimik yang putus asa.
“Hehe, aduh maaf aku gak percaya saja kok bisa aku yang menang ?Dewan Juri pasti salah. Atau kamu yang salah dengar kali.” Tanya ku masih penasaran dengan rasa tak percaya.
“Enggak, kamu memang menang.Dan kita bisa berangkat bareng lagi nanti di tingkat Kabupaten. Kamu harusnya senang dong kan bisa ketemu lagi sama Ashifa.” Celoteh Arista yang kali ini dengan penuh kesabaran.
“Iya ya, oke thanks.” Ku tarik sudut bibirku pelan-pelan ke atas tanpa keraguan demi memunculkan Ketampanan ku dan menyembunyikan mimik idiot ku baru saja. (Haha PD)
***
Setelah pengumuman kejuaraan tingkat Kecamatan usai beberapa minggu yang lalu, belum ada juga kabar tentang keberangkatan ke Kabupaten bagi yang memperoleh juara 1 termasuk aku (Bukan nya sombong nih, hehe). Semenjak perlombaan itu, aku jadi jarang banget ketemu sama Ashifa. Wajah nya selalu terbayang di benak seorang remaja yang lagi jatuh cinta, sampai saat sekolah pun dia masih ada di pikiran ku.
“Hey Dwi, Lo ada yang naksir loh.” Kejut Rifky membuyarkan lamunan ku.
“Hah, Biasa orang ganteng udah resiko.” Canda ku.
“Enggak, Gue serius tau. Cewek favorit di sekolah ini NAKSIR SAMA LO !” teriak nya membuat seluruh seisi kelas terkejut dan aku juga.”
“E-eh, e-emm apa’an sih kamu ki, jangan keras-keras dong. Sayang banget ya, aku udah PUNYA CEWEK.” Bantah ku, padahal sebenarnya baru Calon cewek ku. (Entah mau atau tidak)
“Wah wah wah, siapa Dwi ? kok gak kenalin sama gue sih ? Payah Lo”
“Ada dueh, mau tau aja.” Gaya ku sok manis pada Rifki. (seperti gaya bencis haha)
“Huuu, Dasar Lo. Kalau gitu, princess school mau gue pacarin aja deh. Dari pada nganggur.” Princess school memang julukan bagi Anisa yang memang paling cantik di sekolah ku.
***
Siang ini,aku lelah sekali setelah mengikuti beberapa praktikum di sekolahan termasuk olah raga yang membuat badan pegel-pegel. Eh, walau begitu otot ku kuat-kuat Loh (jangan salah,hehe). Berbaring di sofa yang empuk sudah sedikit mengurangi beban yang menyangga punggungku seharian ini. Saat ku pejamkan mataku, terbayang wajah beberapa gadis yang memenuhi pikiran ku. Ku buka mataku lebar-lebar dan ku ingat siapa yang ada di pikiran ku. Ternyata, semua cewek itu adalah yang berawalan huruf A dan berakhiran huruf A pula. (Arista,Ashifa dan yang terakhir Anisa.) pusing kepala ku bisa-bisanya mereka semua nyampur jadi satu dalam situasi yang sama. (Huuhh)
“Dwikiyyy ! dimana kamu ?” panggil Ibu ku.
“Iya bu, di Ruang tamu.” Sembari jalan mendekati keberadaan Ibu ku di Dapur.
“Ini, ada surat dari Kecamatan. Coba baca’in, Ibu mau dengar.” Yah begitulah, Ibu ku memang kurang mendapat Ilmu pendidikan yang layak dahulu saat Ibu ku masih berstatus pelajar jadi sulit juga untuk membaca bahkan tidak bisa membaca sama sekali.
“Oh, ini Loh bu. Dwiky mau berangkat lomba lagi ke Kabupaten minggu depan dan disuruh untuk memperdalam ngaji nya gitu katanya.”
“Ibu doakan kamu menang ya Dwi. Ibu bangga sama kamu. Biar saja Ibu yang bodoh asal anak-anak Ibu pandai.” Begitu celoteh Ibu yang hanya ku jawab dengan cengiran pesimis yang memang tak mungkin sekali aku bisa menang ke provinsi karna kemarin saja hanya BEJO.
Aku kembali melamunkan Ashifa yang aku sama sekali tak tahu dimana dia Sekolah, dimana dia tinggal dan kemana sekarang dia. Tapi,setelah aku pikir-pikir lagi kemarin kan lomba antar SMP/SMA/SMK se-kecamatan, berarti rumahnya dan sekolah nya tak jauh dari sini dan tak berada di luar kecamatan. (Ya iyalah, IDIOT) wah Ide bagus, yaapp.
Sore ini, langsung ku samber sepeda motor sederhana ku untuk sekedar main cari angin. Namun, tetap ada tujuan lain yaitu mencari rumahnya Ashifa. Dengan hanya berputar-putar di jalanan kecil pemukiman dekat SMP Negeri 1 Girikarta, tak juga ku temukan sosok Bidadari cantik pujaan ku itu. Ku pikir, saat sore hari begini lah seorang cewek bakal keluar rumah untuk sekedar istirahat atau apalah dan ku pikir dengan ku mencari rumahnya di dekat SMP bakal langsung ketemu karna biasanya seseorang sekolah pasti tak jauh dari sekolah itu sendri tapi ternyata tidak kunjung ada juga. (Sok Tahu dikit boleh yaa.). Aku semakin murung saja dan tak biasanya aku dibuat seperti ini oleh cewek. Dan akhirnya pun, aku pasrah. Toh, minggu depan aku yakin banget bakal ketemu lagi walau mungkin itulah saat terakhir dan aku tak akan menyia-nyiakan hal itu.
***
Saat yang ku tunggu-tunggu tiba juga. Pagi ini, semua peserta yang menang di tingkat Kecamatan sedang berkumpul di depan Gedung. Seperti biasa, aku memakai peci khas aku banget (Peci miring ke belakang seperti pedagang sate Madura, hehehe kan keren). Tapi, tiba-tiba saja perasaan ku gelisah saat Bis sudah datang namun Bidadari ku belum juga datang. Sepertinya air mata ku mulai mengalir saat muncul perasaan kecewa. Kecewa karna aku belum sempat berbicara dengan nya, lebih dekat dengan nya dan hanya mengagumi nya dari kejauhan. Ku biarkan air mata ku kering dengan sendirinya dan saat itulah aku melihat sosok wanita memakai Baju Putih dengan rok panjangnya yang berhembus angin, Ashifa. Walau, dia tak mengetahui keberadaan ku disini. Aku akan terus mencoba mendekatinya dengan berjalan mondar-mandir di depannya (Haha konyol juga sih kedengarannya, IDIOT).
Sepertinya, Ashifa sedang tersenyum malu daaann ya, dia melihat ke arah ku. Ku sambut senyum manisnya dengan senyum sok manis ku. Akhirnya, semua peserta menaiki bis dan memilih tempat masing-masing. Aku sengaja menunggu Ashifa agar kita bisa duduk lebih dekat, ya kalau bisa satu kursi berdua. (Ngarep banget).
“Boleh geser ?” Sapa ku untuk yang pertama kalinya kepada Ashifa, dengan modus dia bisa duduk di samping ku.
“Hemm” Sambil menggelengkan kepalanya dan itu menandakan bahwa aku tidak boleh duduk di samping nya (Huhuhu, mengecewakan sekali bahkan juga memalukan.)
Akhirnya, aku memutuskan untuk duduk di sebrangnya. Memang masih dekat sih, namun tetap saja tidak duduk di sampingnya. Dan aku masih saja merenung memikirkan hal yang tidak-tidak. Satu kata yang dia ucapkan seakan menembus jantung hati ku yang paling dalam. Seperti lebih jelasnya dia MENOLAK CINTAKU. Baru pertama kalinya aku benar-benar di buat patah hati oleh cewek polos seperti Ashifa (Jadi kepingin Uring-uringan). Ku beranikan diri untuk melihatnya yang sedang duduk santai di samping jendela besar memandang keluar dengan sinar mentari pagi yang menyoroti wajah imutnya. Sungguh cantik yang alami (Batin ku)
Kini aku seperti bukan aku, seperti sedang di sihir oleh penyihir cinta sejati yang tak ingin berpindah menatap sosok Bidadari yang dikirim untuk menyihir seluruh jiwa ku (Khayalan tingkat dewa-dewi.) Setelah ku pikir-pikir, mungkinkah dia Mencintaiku ? mungkinkah dia melihat ku ? dan benar-benar mengetahui bahwa aku lah yang mengagumi nya yang saat ini berada tak jauh dari nya ? Jawaban singkat terdengar samar di telingaku (Entahlah)
***
Perjalanan terasa sangat mengasyikkan, beberapa kali ku memergoki Ashifa sedang curi-curi pandang ke arah ku. seperti sebuah jawaban dari segala lamunan ku tadi. Hati ku tentunya sedang berdegup kencang dan ini terasa tak biasa bahkan sungguh luar biasa. Sampai gerogi aku ingin makan saja sampai di lihatin segitunya, (Wah wah)
Sedari tadi, senyum ku terus mengembang sejak aku dan Ashifa terus bisa bersama. (Ya iyalah, PA/PI SMP kan memang harus bersama terus.) sekarang, Ashifa sedang berjalan laksana seorang Putri di depan ku dengan seorang lelaki tua di sampingnya dan mungkin itu Ayah nya. Aku pun mengikuti setiap langkahnya dengan santai di belakangnya, dan setiap kali dia menoleh ke belakang tak ku sangka aku bakalan Gugup dan tersandung.
“Hey, kamu tidak apa-apa ?” Ucapnya terlihat cemas.
“E-eh, E-em i-iya tidak apa-apa kok.” Dan aku mulai gugup lagi. Untuk yang kedua kalinya aku mendengar sebuah kalimat dan bukan sebuah kata lagi yang keluar dari bibir mungilnya. Dan aku juga melihat pipinya merah merona mungkin karna malu sudah ku pergoki sedang curi-curi pandang ke arah ku. (Hehe PD)
Di ruangan yang tak begitu luas, semua peserta SMP berkumpul. Aku sengaja masuk terlebih dahulu ketimbang Ashifa karna untuk memastikan tidak akan ada yang mencelakai Ashifa ketika dia masuk terlebih dahulu. (Perhatian kan aku, hehe). Namun, ku dapati kursi nya sudah penuh dan hanya tersisa satu untuk ku. Karna tidak tega maka…
“Ini, untuk mu dan duduk lah.” Ku persilakan Ashifa duduk dengan sopannya dan tersenyum kepadaku.
“Terima kasih.” Lirih suaranya. Walau harus mengambil kursi lagi, namun ini terasa menyenangkan saat mendengar suaranya.
***
Seperti biasa, sebelum lomba dimulai. Ku pandangi Ashifa yang sedang berbicara seru kepada teman barunya. Dan ku sadari ternyata tak sepenuhnya Ashifa itu pendiam dengan kata lain dia tidak cerewet namun Ramah (Oooowwww). Setelah cukup lama ku memandangi Ashifa, aku tersentak kaget dengan kehadiran Bidadari lain yang membangunkan ku dari lamunan tentang Ashifa.
“Permisi, boleh duduk sini ?” Sapanya kepada ku, dan tak kusadari aku sedang melongo menatapnya yang begitu cantik dengan gaun ungu nya serta pipi halusnya yang di hiasi dekik tipis ketika dia tersenyum.
“Oh, tentu saja. Silakan.” Dan saat itulah aku menghabiskan waktu untuk berkenalan dengannya sembari menunggu acara dimulai. Kini, aku telah dihadirkan sosok wanita yang benar-benar sedang dekat dengan ku bahkan jauh lebih ramah kepadaku dan ku panggil dia dengan nama Dinar.
Hingga acara di mulai aku dan Dinar masih saja berbincang-bincang dengan serunya. Dia ternyata pandai melawak sampai aku dibuat terbahak-bahak oleh nya dan melihat Dinar terus tersenyum membuat aku semakin betah di dekatnya. Namun, setelah lama aku tertawa karna Dinar aku kembali teringat dengan sosok Ashifa yang duduk agak jauh dengan ku dan dia terlihat murung tanpa senyum sedikit pun yang mengembang di wajah imut nya (Cemburu nih yeee, haha PD) mungkin dia memang cemburu atau bahkan tidak peduli dengan ku. Memikirkan hal itu semakin membuat rasa sayang ku berkurang padanya, akankah dia tak peduli aku dekat dengan siapa saja ? aku tidak tahu.
Hal yang paling mengecewakan adalah kebahagiaan sementara antara aku dan Dinar. Mungkin bagi cewek lain aku terlalu pemberani, terlalu PD menghadapi cewek secantik Dinar sampai pada akhirnya aku meminta nomor HP nya secara langsung tanpa ragu-ragu.
“Din, pasti kamu punya HP ya ?” Candaku
“Hehe iya, kok tahu ?”
“Ya tahu lah, anak muda jaman sekarang mana ada yang tidak punya HP apalagi cewek secantik kamu.” Jawab ku sekenanya.
“Hahaha canda’an mu garing tahu gak ?” Ejek Dinar
“Hehe, aduh sebenarnya niat ku bukan itu Din.” Dengan muka ku yang sudah merah marun menahan malu.
“Terus apa Dhi ?” Tanya nya dengan suara lemah gemulai yang memanggilku dengan sebutan (Dhi) ya tentunya nama ku yang paling depan (Ardhi) dan baru wanita itu yang memanggil ku Ardhi.
“Aku pengin minta nomor HP mu Din, kan setelah ini pasti kita tidak bisa ketemu lagi. Apalagi setelah kamu tampil awal nanti kamu langsung pulang kan ? tidak mungkin nungguin aku kan ? Jadi Boleh yaaa ? Plisss.” Rayu ku panjang kali lebar. (sama dengan Luas dong,wkwk)
“Boleh, 085678910111.” Jawabnya singkat padat jelas.
“Wah nomor yang cantik seperti orangnya.” Gombal ku pada Dinar
“Hahaha sayang sekali, gombal mu tidak manjur karna aku Cuma bohongin kamu. Wleeekk”
“Haaa ?? ya terus mana nomor kamu Dinaaarr ? huuh nyebelin” (IDIOT)
Setelah mendapatkan nomor asli Dinar, aku sedikit tenang karna peluang akan kehilangan Dinar jadi sedikit. Mendengar suara merdu Dinar saat tampil membuat tubuh ku goyah, dan rasa pesimis ku semakin kuat. Dinar mendapat nomor urut 11 sedangkan aku 60. Bisa bayangin kan betapa jauhnya jarak itu ? Langkah mundur Dinar pun membuat seakan tubuh ku layu.
“Aku pulang dulu ya Dhi, Bye.” Lambaian tangan nya, senyum manis nya, semua itu akan terasa indah di kenang hingga aku tak sanggup membalas senyum itu dan hanya melongo melihat sosok Dinar yang hilang di balik pintu. (IDIOT Lagi deh)
***
Kepergian Dinar membuat ruangan seakan sepi seperti hati ku saat ini. Hanya diam dan diam yang ku lakukan hingga pada akhirnya ruangan kosong tersisa nomor urut 58,59,dan 60. Ku pandangi seluruh ruangan dan mataku berhenti pada sosok yang sempat hilang, Ashifa. Masih dengan muka datarnya, wajah murungnya, tanpa senyum yang mengembang. Aku jadi merasa bersalah karna sedari tadi ku anggap dia tidak ada dan baru terlihat sekarang. Ku beranikan untuk menyapanya.
“Hey, nomor urut berapa kamu ?”
“59.” Jawabnya singkat dan amat singkat. Hanya satu kata.
Namun, satu kata itu sangat berarti bagiku. Nomor urut 58 sudah keluar baru saja dan  Ashifa sudah bersiap untuk tampil. Kali ini, hanya aku dan memang Cuma aku yang melihat nya tampil begitu sempurna. Saat lantunan ayat suci Al Quran keluar dari bibir mungilnya, seakan dia sedang membacakan ayat-ayat cinta untukku. (Mengkhayal lagi..) ku lihat dari sorot matanya, dia terlihat sangat gugup. Entah karna berada di depan ku dan hanya aku yang melihat atau gugup karna memang malu kepada dewan juri, aku tidak tahu.
Tiba-tiba saja, Ashifa tersenyum padaku lalu melangkah keluar dan menghilang di balik pintu. Kini, di ruangan hanya ada aku karna semua Bidadari ku terbang ke khayangan. Tubuh ku melangkah lemas karna tak ada dorongan semangat sedikit pun dari Bidadari ku.
Saat acara memang sudah berakhir, aku melangkah keluar dan mendapati Ashifa sedang makan dengan manisnya di tepi koridor kelas. Dia tersenyum malu saat aku menatapnya dalam-dalam penuh arti dan harapan. Namun, aku pun bergegas pulang karna aku sudah di jemput Ayah ku. Mendapati ada Bis yang ku gunakan saat berangkat tadi aku memilih pulang bersama Ashifa dan membiarkan Ayah pulang terlebih dahulu.
Langkah manis nya melihatkan betapa anggunnya Ashifa, sampai tanpa ku sadari aku sudah duduk manis di bangku paling depan.
“Ashifa, duduk sini saja.” Sapa ku sembari senyum padanya. Namun dia menolak ku dengan halus hanya menggelengkan kepala. Dan saat itulah hatiku hancur, Ashifa duduk paling belakang sangat jauh dariku. Mungkin aku kecewa, patah hati dan sebagainya. Karna Ashifa tak menghargai ajakan ku atau lebih tepatnya perasaan ku, saat-saat terakhir ini lah harusnya Ashifa melihat ku dan benar-benar melihatku. Semua harapan ku musnah sudah. Kini, ku pejamkan mataku untuk melupakan segalanya tentang Ashifa hingga benar-benar sosoknya hilang ditelan waktu.
Bunyi dering ponsel ku membangunkan ku, dan terlihat sebuah nama yang tak asing disana, Dinar. Bidadari baru ku itulah yang menumbuhkan semangat baru ku pula. Aku pun sudah membuat keputusan untuk lebih mengenal Dinar dan menggali perasaan sayang padanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar